Sabtu, 18 Februari 2012

KEGELISAHAN IMAN


(Taufiqurrahman Al-Harits)
Kegelisahan merupakan ciri rasa yang mewarnai emosi juru dakwah manakala terjadi pergulatan antara prinsip dengan realita. Seorang dai tiba-tiba saja hatinya merasa gelisah saat melihat kemungkaran di sekitarnya. Imannya tidak bisa membiarkan begitu saja saat terjadi kemaksiatan di hadapanya. Maka kegelisahan adalah tanda percikan iman dalam jiwanya.
Nabi Ibrahim ‘Alaihi sallam merasa risau dan gelisah saat menyaksikan bapaknya membuat patung lalu menyembahnya. Nabi Muhammad Shollallahu’alaihi wa sallam merasa resah dan gelisah hidup di tengah-tengah masyarakat jahiliyyah. Sehingga ia pun memilih ‘uzlah, mengasingkan diri di gua Tsur. Sahabat Umar pun khawatir dan gelisah saat teringat perilakunya sebelum memeluk Islam.
Itulah yang disebut dengan kegelisahan iman. Ia merupakan fitrah imaniyah yang tertanam di setiap jiwa manusia. Perasaan inilah yang mengawali lahirnya irodah (kemauan) lalu memunculkan ‘azm (tekad) sehingga melahirkan tindakan untuk memenangkan prinsip di medan pergulatannya dengan kemaksiatan dan kemungkaran.
Namun kegelisahan iman hanyalah indicator tingkat keimanan seorang dai. Bahwa ketika hatinya gelisah menyaksikan kemungkaran, itu adalah bukti kebenaran prinsip yang ia pegang. Yang kemudian menjadi sumber energy untuk melahirkan irodah dan tekad bukanlah kegelisahan itu semata, melainkan tingkat keimanannya.
Justru karena kekuatan iman itulah yang mendorongnya untuk segera melenyapkan rasa gelisah dalan hatinya. Ibarat gejala penyakit, gelisah harus segera disembuhkan sebelum penyakit itu sendiri datang, yakni kekalahan prinsip di medan pertarungannya dengan kemungkaran. Dan iman adalah penawarnya. Maka untuk melenyapkan risau, gelisah, galau, dan gundah ia harus segera menaklukan kemungkaran itu. Karena itulah sumber munculnya kegelisahan di hatinya.
Seperti Muhammad Shollallahu’alaihi wa sallam yang gelisah menyaksikan kemusyrikan kaumnya. Pancaran imani jiwa mendorongnya untuk merubah kondisi kaumnya dan mengantarnya dari kegelapan menuju cahaya. Lalu lenyaplah gundah di jiwanya.

Minggu, 29 Januari 2012

EKSPRESIKAN ISLAMMU


EKSPRESI KEISLAMAN
(Taufiqur Rahman)
Merupakan kemestian bagi seorang muslim mengaktualisasikan ajaran-ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Setiap kata yang keluar dari lisan merupakan cermin keyakinan dan keteguhannya dalam berIslam. Begitu juga dengan sikap dan tingkah lakunya adalah ekspresi rasa cintanya terhadap Islam. Apapun jabatan dan profesinya, ia selalu menampakkan cara kerja Islami.
Jika dia seorang pedagang, nuansa jiwa Islaminya terlihat dari kejujurannya memasang harga yang sepadan dengan nilai barang. Jika ia seorang hakim, ia selalu memutuskan perkara dengan adil dan bijak. Tidak memihak terdakwa atau penuntut. Begitu halnya, jika ia seorang pemimpin. Dia selalu mengutamakan kepentingan rakyatnya di atas urusan pribadi.
Menerapkan tata aturan dan akhlak Islami di setiap aspek kehidupan ternyata mampu menjadi daya pikat dakwah Islam yang mengajak umat agama lain untuk mengenal Islam lalu memeluknya. Seperti tersebutkan dalam kisah Ali bin Abi Thalib Radliallahu’anhu.
Suatu ketika jubah besi sahabat Ali jatuh tanpa disadarinya. Kemudian ia mendapati jubah tersebut tengah dipakai oleh seoang Yahudi. Maka keduanya pun sepakat untuk menyerahkan perkara kepemilikan tersebut ke pengadilan. Namun, karena sahabat Ali tak mampu menghadirkan saksi selain putranya, Hasan, sedangkan kesaksian keluarga tidak dibenarkan dalam hukum, maka hakim memutuskan untuk menyerahkan kepemilikan jubah itu kepada Yahudi tadi. Dan sahabat Ali pun dengan penuh ikhlas mematuhi keputusan tersebut.
Namun keadilan yang ditampakan hakim dan ketulusan Ali menerima keputusan hukum rupanya menyusupkan hidayah dengan amat halus ke dalam relung  hati yahudi tersebut. Yahudi itupun memeluk Islam.
Pada dasarnya ajaran-ajaran yang termaktub dalam lembaran-lembaran Qur’an dan Sunnah dengan sendirinya tak kan mampu mengikat hati manusia sampai ia diterjemahkan melalui sikap jiwa dan gerak amal Islami yang ditampilkan insan muslim. Islam telah berhasil mencetak jutaan dan milyaran mushaf qur’an dengan torehan cahaya iman di atas lembaran hati insan muslim. Qur’an-qur’an itu pun hidup menapaki bumi, bergaul bersama penduduk bumi dengan membawa pesan kedamaian.
Dengan demikian Islam telah mampu melukiskan gambaran hidup dari keimanan Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam di atas kanvas jiwa dan bingkai kehidupan nyata para sahabatnya. Islam menjadikan mereka model hidup  ajaran-ajaranya yang tersebar hingga pelosok bumi. Tatkala penduduk bumi menyaksikan mereka, mereka menyaksikan Islam.
Oleh karenanya, dakwah nyata Islam pada hakekatnya tidak selalu tertuang dalam baris kata-kata atau bait-bait tulisan. Bahasa lisan dan tulisan dengan sendirinya tak kan mampu memikat jiwa-jiwa sampai ia diterjemahkan dalam bahasa gerak Islami. Maka, ekspresikanlah Islammu!.

Jumat, 20 Januari 2012

SERIAL DAKWAH

DAKWATUNA
بسم الله الرحمن الرحيم
MENJADI DA’I SEBELUM SEGALANYA
(IbnuMakmun Al Harits)
Sampaikanlah oleh kalian dariku walau satu ayat! Begitu pesan Rasululllah Shalllallahu ‘alaihiwasallamkepada kita usai menuntaskan misi tholabul‘ilmi. Pesan tersebut menyentak kesadaran kita akan tanggung jawab dakwah. Bahwasanya setiap tetes ilmu yang kita reguk di dalamnya terkandung konsekuesi beban dakwah. Maka, setiap kita adalah da’i terlepas dari ikatan kerja, profesi atau pun jabatan.

Ilmu dan dakwah merupakan nafas kehidupan seorang muslim. Keduanya harus berjalan seiring seirama. Setiap tarikan nafas ilmu harus selalu diikuti hembusan nafas dakwah. Maka, tak ada ilmu yang tersisa melainkan telah terjual di jalan dakwah. Dalam isi seorang muslim dakwah tak hanya diterjemahkan dalam bahasa lisan dan tulisan melainkan juga melalui gerak amal. Ia menyadari sepenuhnya bahwa setiap gerak dan perilakunya menjadi bahasa dakwah bagi orang lain. Dirinya menjadi gambaran hidup ajaran Islam. Setiap orang yang bergaul dengannya berarti sedang mempelajari Islam.

Kesadaran inilah yang kemudian mendorongnnya untuk selalu melakukan proses pembelajaran diri, meningkatkan kualitas intelektual dan spiritualnya, mengajaknya untuk terus berjalan di atas jalan ilmu. Karena ilmu baginya adalah tenaga yang mampu menggerakkan angin hidayah-Nya berhembus ke relung hati manusia. Sehingga saat ia berta’amul dengan manusia, manusia mengimani Islam dengan landasan ilmu.

Jika demikian halnya, misi dakwah kita harus selalu terbaca melalui gerak amal yang didorong oleh spirit tholabulilmi yang terus membara dalamhati.  Tak ada gerak melainkan merupakan pancaran iman jiwa. Setiap amal merupakan buah yang tumbuh dari pohon ilmu, di mana manusia berteduh dibawahnya dan dapat menikmati buahnya setiap saat.Akhirnya, tanpa melihat predikat yang melekat dalam diri kita, kita semua adalah du’at, pengemban misi dakwah Islam di mukabumi.

Rabu, 07 September 2011

Kemenangan Muhammad ibn 'Abdillah

بسم الله الرحمن الرحيم
Kemenangan Muhammad ibn ‘Abdillah
Kalimat apakah yang selalu terdengar sepanjang siang dan malam dari ufuk barat dan timur? Itulah kalimat LAA ILAAHA ILLALLAH.  Kalimat Agung yang terus hidup sejak 14 abad yang lalu. Tak pernah diam dan lenyap meski peradaban silih berganti. Kalimat abadi yang menjadi detak jantung zaman.
Sesungguhnya kemunculan dan tersebarnya kalimat inilah saksi yang berbicara akan kemenangan Muhammad Shollalahu ‘alaih wasallam. Kemenangan Islam.
Kemengan itu bukanlah kemenangan perang. Kemenangan itu tak seperti kejayaan di Fathu Makkah atau pembebasan Jazirah Arab dari belenggu Imperium Romawi dan Persi. Kemenangan tersebut sudah menjadi bagian dari bangunan kehidupan. Ia mampu mengubah arus sejarah dan peradaban. Tak ada ideologi dan filsafat yang mampu menjatuhkannya ataupun memadamkan cahayanya. Karena akarnya telah menghunjam jauh ke dalam jantung kehidupan dan tumbuh di taman hati manusia.
Kemenangan itu tak membutuhkan bukti karena justru kemenangan itu sendirilah yang menjadi bukti. Lantas, bagaimanakah kemenangan itu diraih? Jalan apakah yang harus ditempuh untuk mencapainya?
Tak diragukan lagi bahwasanya Allah hendak memenangkan Muhammad shallalahu ‘aaihi wa sallam dan memberi kuasa kepada Agama Islam di atas muka bumi. Namun Dia tidak hendak menjadikan kemenangan itu mudah diraih tanpa usaha atau menjadikannya sebagai mukjizat. Dia menginginkan kemenangan itu merupakan buah yang muncul dari pohon kesungguhan yang tumbuh  di tanah jihad dan pengorbanan Muhammad shollaahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya.
Oleh karenanya, jalan pertama yang harus kita tempuh untuk menuju kemenangan itu adalah dengan mempelajari kepribadian, akhlaq dan perjalanan hidup Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam. Agar siapapun tahu bahwa jalan kemenangan itu telah digariskan dan tiang-tiangnya telah ditegakkan sejak diangkatnya Qalamullah. Dan agar siapapun mengerti bahwa hanya dengan menjadikan Rasulullah shallalhu ‘alahi wa sallam sebagai suri tauladan kemenangan itu akan bisa direngkuh.
Sesungguhnya Muhammad bin ‘Abdullah telah menang di hari di mana para pembesar Quraisy menemui pamannya, Abu Thalib. Mereka memintanya membujuk keponakannya, Muhammad, yang telah merendahkan kepercayaan dan adat mereka, agar bersedia diam dan berhenti berdakwah dengan jaminan harta, kedudukan dan kekuasaan.
Maka Muhammad bin ‘Abdullah pun berhasil memenangkan imannya atas godaan itu dengan seruan lantang yang bersumber dari air mata iman ke telinga-telinga mereka dan musuh-musuh Islam, “Demi Allah, wahai pamanku, sampaipun mereka menaruh matahari di (tangan) kananku dan bulan di (tangan) kiriku agar aku bersedia meninggalkan urusan (dakwah Islam) ini. Tak akan kulakukan (meninggalkan dakwah) sampai Allah menampakkannya (dakwah Islam) atau aku mati karenanya.”
Sungguh itulah ungkapan yang bangkit dan tercurah dari lubuk hati yang terdalam, bukan buah imajinasinya. Itulah ungkapan iman. Dan iman adalah sumber kekuatan yang tak kan terkalahkan sepanjang ia bersemayam di langit hati manusia.
Muhammad bin ‘Abdullah telah menang di hari saat dia berhasil menjadikan para sahabatnya sebagai gambaran nyata dari keimanannya. Hari di saat ia menjadikan setiap diri mereka Qur’an hidup yang menapaki bumi. Hari di kala beliau menjadikan mereka model jasadi Islam. Manakala manusia melihat mereka, manusia melihat Islam.
Sungguh nash-nash dengan sendirinya tak kan mampu berbuat apa-apa. Dan sungguh lembaran-lembaran Qur’an dengan sendirinya tak kan berpengaruh melainkan sampai teks-teks itu berwujud manusia. Dan prinsip-prinsip dasar dan system tak kan menjadi realitas melainkan setelah ia menjelma menjadi watak dan sikap dalam diri manusia.
Inilah mula di mana Muhammad bin ‘Abdillah menancapkan tujuan awalnya dengan mencetak sosok-sosok manusia agung dan bukan sekedar dengan beretorika dan ceramah. Atas dasar itu, Beliau hendak membangun sebuah umat bukan menegakkan ideology dan filsafat. Karena ideologi itu sendiri telah dijamin oleh Al Qur’an. Dan tugas beliau adalah menterjemahkan ideology tersebut ke dalam sosok-sosok manusia yang dapat disentuh tangan dan dipandang mata.
Maka ketika sosok-sosok itu menyebar hingga ufuk barat dan timur, penduduk bumi pun melihat perangai nan indah dari pribadi mereka,perangai yang tak tersaingi keindahannya. Karena sosok-sosok itulah terjemah hidup sebuah ajaran Islam yang tak tertandingi ketinggiannya. Dengan demikian penduduk pun bumi mengimani ajaran yang sama dengan ajaran yang mereka bawa. Lalu mereka terdorong mewujudkan ajaran-ajaran itu dengan cara yang sama melalui keindahan perangai dan akhlaq. Sehingga setiap yang beriman terhadap ajaran Islam adalah tauladan nyata bagi insan lain.
Ideology dan ajaran itu tidak hidup dengan sendirinya. Meskipun ada, ia tak kan mampu melangkah ke depan tanpa terlebih dahulu diterjemahkan dalam bentuk manusia. Sehingga setiap ideologi yang hidup  adalah ideologi yang menjelma menjadi watak pemiliknya. Dan setiap ajaran hanya akan bekerja melalui  gerak manusia.
Dan itulah kemenangan Muhammad bin Abdullah yang telah berhasil membangun ideology dalam wujud manusia. Keimanan akan ideology itupun berubah menjadi amal Islamy. Beliau telah berhasil mencetak puluhan, ratusan, ribuan dan bahkan jutaan Mushaf Qur’an. Namun mushaf itu tidak beliau cetak dengan goresan tinta melainankan dengan torehan-torehan cahaya di atas lembaran-lembaran hati para sahabatnya. Lalu Qur’an hidup itupun tersebar untuk berta’aamul (bergaul) bersama penduduk bumi. Hati dan pikiran mereka bertutur melalui bahasa akhlak tentang makna Islam yang dibawa oleh Muhammad Shallallhu ‘alihi wasallam.
Dan Muhammad bin ‘Abdillah juga telah menang di hari ia berhasil menjadikan syari’at Islam sebagai system yang mengatur kehidupan, membangun masyarakat, meninggikan hubungan sosial manusia, dan menyetarakan harkat dan martabat mereka.
Sesungguhnya Islam adalah aqidah yang terbangun di atasnya syari’at dan memancar dari air mata syari’at sebuah system. Dan dari aqidah, syari’at dan system itulah tumbuh pohon Islam. Selayaknya sebuah pohon yang tersusun dari akar, batang, dan buah maka tidak akan ada batang dan buah tanpa akar yang menghunjam. Dan tak ada harganya sebuah akar yang tak memiliki batang dan buah. Dan apalah guna sebuah batang yang tak berbuah.
Oleh karenanya, Islam selalu bersemangat untuk membumikan syari’at sebagai system yang mengatur kehidupan.
 “Dan barang siapa yang tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan maka mereka itulah orang-orang kafir.”
Oleh karenanya pula Islam tidak mengenal pemisahan antara agama dan Negara. Karena tak ada Negara tanpa agama. Dan bukanlah agama jika tanpa syari’at dan system.
Dan dari sejak pertama Daulah Islamiyyah tegak, syari’at telah menjadi system undang-undang. Dan adalah Sang Pemilik syari’at yang menjamin dan mengendalikannya.
Daulah Islamiyyah telah terbangun sejak Muslimin hanya terdiri dari segelintir manusia. Namun mereka mampu bertahan dari tekanan musuh. Mereka mampu membentengi diri dari segala fitnah yang berusaha menjatuhkan Islam. Dan mereka mampu berlindung di sepetak tanah dalam naungan Islam. Dengan demikian Islam telah berubah menjadi system aturan masyarakat. Islam telah berubah menjadi system di mana manusia hidup berdampingan di atasnya.
Kemudian manusia pun tersebar ke pelosok bumi dengan membawa aqidah, syari’at, dan sistemnya. Maka siapapunmemiliki hak untuk memeluk aqidah Islam. Dan bagi yang enggan, maka “Tidak ada paksaan dalam agama (Islam).” Akan tetap Syari’at Islam akan tetap menjadi pelindung di bumi dia berpijak. Sehingga setiap manusia menikmati keadilan dan kesejahteraan. Saat itulah manusia berbondong-bondong memeluk Islam.
 “Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan; dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong; maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya dia adalah Maha Penerima taubat.
Sungguh, Islam telah menang  karena Aqidah Islamiyyah telah diterjemahkan ke dalam syari’at. Maka syari’at ini membuahkan system yang menarik jiwa-jiwa manusia dengan penuh kedamaian. Tatkala itu, Muhammad bin Abdullah telah berhasil menerapkan syari’at Allah seperti yang dikehendaki-Nya.
Itulah jalan kemenangan abadi agama ini di atas altar dunia. Kemenangan yang menjadi akar kehidupan.  Kemenangan yang akan terus digaungkan jutaan suara dari ufuk timur hingga ufuk barat. Itulah unsur-unsur kemenangan hakiki dan murni. Unsur-unsur yang dimiliki umat Islam dari generasi ke generasi dan dari zaman ke zaman. Unsur-unsur yang telah kita genggam dan harus kita upayakan dan terapkan agar sampai kepada kemenangan yang Allah takdirkan bagi umat yang menolong agama-Nya.
ولينصرن الله من ينصره إنّ الله لقوي عزيز; الذين إن مكناهم في الأرض أقاموا الصلاة وآتوا الزكاة وأمروا با المعروف ونهوا عن المنكر والله عاقبة الأمور
(sumber: dirosat islamiyyah : sayyid quthb)